Restorasidaily | Palembang, Sumatera Selatan

Situasi & Penyebab
Sejak akhir November 2025, Sumatera Barat dilanda hujan ekstrem yang berlangsung berhari-hari, menimbulkan banjir, banjir bandang, serta tanah longsor di banyak wilayah. Data situasi menunjukkan bahwa bencana ini tidak hanya dipicu oleh curah hujan tinggi — sebagian pihak menyoroti faktor lingkungan dan kerusakan hutan di kawasan hulu sebagai pemicu yang memperparah dampak, sehingga ketika hujan deras datang, tanah dan sungai tidak mampu menahan debit air besar.
Skala Dampak & Kerugian
Bencana telah meluas ke 13 kabupaten/kota di Sumbar, termasuk daerah-daerah seperti Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, serta Kota Padang. Kerusakan meliputi rumah warga, infrastruktur jalan dan jembatan, serta jebolnya akses transportasi — banyak jalan utama dan jalur penghubung terputus akibat longsor dan banjir. Estimasi kerugian materi awal dicatat mencapai puluhan miliar rupiah di seluruh provinsi. Selain itu, bencana ini menyebabkan korban jiwa dan memaksa banyak keluarga mengungsi atau mengungsi sementara, memperlihatkan dampak sosial-ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat terdampak.
Respons Pemerintah & Penanganan Darurat
Menanggapi situasi kritis, pemerintah provinsi menetapkan status tanggap darurat bencana sejak 25 November hingga 8 Desember 2025 untuk memfasilitasi koordinasi penanganan, bantuan logistik, evakuasi, dan pemulihan infrastruktur. Berbagai pihak — BPBD provinsi dan kabupaten, lembaga penyelamat, serta masyarakat lokal — dikerahkan untuk mendata korban, memperbaiki akses jalan, dan mendistribusikan bantuan. Namun kendala seperti medan sulit, akses terputus, dan kondisi cuaca yang kurang mendukung membuat proses evakuasi dan penanganan menjadi berat di beberapa lokasi terdampak.
Pelajaran & Rekomendasi Mitigasi Jangka Panjang
Krisis ini menegaskan bahwa bencana seperti banjir dan longsor tidak bisa hanya dianggap sebagai akibat alam semata — tata kelola lingkungan, konservasi hutan, dan perencanaan ruang wilayah sangat menentukan tingkat risiko dan dampak. Pengelolaan kawasan hulu, daerah aliran sungai (DAS), serta hutan perlu diperketat untuk meminimalkan degradasi ekosistem. Selain itu, pembangunan infrastruktur, drainase, dan sistem peringatan dini harus diprioritaskan, terutama di daerah rawan. Partisipasi masyarakat dalam mitigasi dan edukasi kebencanaan juga penting agar ketika cuaca ekstrem terjadi, kesiapan kolektif sudah terbangun.
Muhammad Decko Tirta
Ilmu Politik




